Mahasiswa Papua di Makassar Minta Pelaku Pembubaran Aksi harus Ditangkap.

foto usai dari jumpa pers


pena paniai. Mahasiswa Papua Makassar, meminta kepada seluruh elemen masyarakat menghargai Mahasiswa Papua yang mengenyam pendidikan di berbagai kota studi.
Mahasiswa Papua menuntut agar mahasiswa Papua tidak diintimidasi dan teror baik di berbagai tempat yang tersebar luas di Makassar.
Pernyataan itu disampaikan langsung Marco Pahabol, selaku mewakili PRP di Halaman Asrama Cendrawasih Jl. Lanto Daeng Pasewang, Mamajang. Jumat (10/6/22) siang kemarin.
“Kami meminta agar menghentikan adanya intimidasi, teror terhadap mahasiswa Papua, baik itu di kontrakan maupuun kos-kosan,” pintanya.
“Kami mendesak kepada kapolda Sul-sel untuk segera tangkap dan adili pelaku pembubaran aksi damai dan pemicu bentrok antara Mahasiswa Papua dan oknum Ormas yang mencedera Demokrasi Indonesia,” katanya.
Adapun tuntutan mahasiswa Papua Makassar sebagai berikut “Cabut UU Otonomi Khusus (Otsus),Tolak Daerah Otonomi Baru (DOB) ditanah Papua, dan Berikan Hak Menetukan Nasib Sendiri (HMNS) bagi Bangsa west Papua Sebagai Solusi Demokratis,” tegasnya.
Dilansir CNN, Demonstrasi kembali terjadi di sejumlah wilayah Jayapura, Selasa (10/5). Warga menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) alias pemekaran wilayah dan mendesak pencabutan Otonomi Khusus (Otsus) di Bumi Cendrawasih.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua melaporkan seorang demonstran kritis setelah terkena peluru karet yang diduga dilepaskan oleh aparat kepolisian. Mereka juga menyebut polisi telah menangkap sejumlah orang atas aksi kemarin. Aparat kepolisian juga terlihat membubarkan paksa aksi dengan menggunakan water cannon.
Demonstrasi itu merupakan rentetan penolakan atas wacana kebijakan pemerintah pusat baru-baru ini. Pada April 2022, pemerintah dan DPR sepakat melakukan pemekaran tiga provinsi baru di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah.
Wacana pemekaran wilayah di Papua itu sempat melahirkan demonstrasi dan penolakan besar-besaran di sejumlah wilayah, seperti yang terjadi di Jayapura, Wamena, Paniai, Yahukimo, Timika, Lanny Jaya dan Nabire.
Demonstrasi itu juga membuat sejumlah korban luka-luka mulai dari warga sipil hingga aparat kepolisian.
Sementara penolakan kedua, terjadi setelah DPR RUU Otsus Papua menjadi Undang-Undang pada 15 Juli 2022. Adapun RUU yang diajukan pemerintah ini berisi 20 pasal.
Sebanyak 18 pasal merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Adapun dua pasal lainnya adalah pasal baru.
Pengesahan RUU Otsus Papua kala itu juga diwarnai aksi unjuk rasa di Papua. Puluhan orang ditangkap dalam aksi menolak RUU Otsus di Papua.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.