Majalah Monyet - Berita dari Tanah Air West Papua

Nobar dan Diskusi terkait Peristiwa Biak Berdarah (6 Juli 1998)

pena paniai. Kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Kolektif Kota Malang serta IPMAPA Kota Malang mengadakan Nobar video dokumenter terkait kesaksian Biak Berdarah serta Diskusi bebas seputar Biak Berdarah dan persoalan penjajahan di seluruh Tanah Papua. 

Nobar dan Diskusi tersebut diikuti oleh sekitar 20 Mahasiswa Papua dan beberapa Solidaritas Rakyat Indonesia yang mendukung Perjuangan Rakyat Papua, berlangsung di Kontrakan Pilamo I, Kota Malang, Jatim.

Diskusi tersebut dipandu oleh dua pemateri dari AMP, yaitu Kawan Sis dan Gire serta dimoderatori oleh Kawan Meiron dari IPMAPA. Sebelum masuk pada sesi Diskusi, sekitar pukul 17.00 WIB, kami memulai dengan pemutaran video dokumenter yang memaparkan secara singkat tragedi Pembantaian Biak Berdarah serta beberapa pemaparan singkat terkait Sejarah Gerakan Rakyat Papua untuk Merdeka.

Setelah nonton bareng Peristiwa Biak Berdarah pada 6 Juli 1998 tersebut, kami melanjutkan dengan Diskusi. Moderator langsung memberi kesempatan kepada pemateri I, kawan Gire. Dia menjelaskan rentetan peristiwa di Biak. 

Kawan dia bilang "saat itu bertepatan juga dengan momentum Reformasi, tumbangnya rezim Soeharto, sehingga ruang Demokrasi cukup bebas. Sehingga momentum tersebut, Bapak Filep Karma mengkonsolidasi massa luas untuk melakukan aksi pengibaran Bintang Kejora pada Tower Air di Biak sebagai bentuk tuntutan untuk Kemerdekaan Rakyat Papua". 

Lalu, dia juga jelaskan bagaimana kekerasan yang dilakukan militer Indonesia. Mulai dari penangkapan, pemerkosaan, penembakan, penyiksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa dan kebrutalan militer yang dilakukan Militer Indonesia terhadap rakyat Papua di Biak. 

Dia bilang "kekerasan atau operasi militer di Papua itu tak hanya terjadi di Biak, namun sudah terjadi semenjak operasi Trikora 19 Desember 1961. Kekerasan  Militer terhadap rakyat Papua terjadi semenjak 1961 hingga detik ini. Hari ini terjadi pengungsian di Nduga, Puncak Papua, Intan Jaya, Timika, Pegunungan Bintang, Maybrat, serta terjadi penembakan terhadap masyarakat sipil yang terus terjadi. Penembakan terhadap massa aksi, Mama-mama Papua, Pendeta, masyarakat Adat dan ini terus terjadi hingga detik ini".

Dia juga menjelaskan hubungan persoalan hingga kebijakan Otonomi Khusus Jilid I pada 2001 sebagai upaya Jakarta untuk mematikan Gerakan Rakyat Papua. Hal itu juga yang mengakibatkan Bapak Theys Hiyo Eluay Dibunuh. Hingga juga bagaimana Jakarta memaksakan Pemekaran DOB, hingga pada hari ini ada Lima Pemekaran DOB di Papua. Ini semua adalah upaya Jakarta untuk menjajah Papua melalui Eksploitasi Hutan, menjadi sarang Militer, sehingga penindasan Rakyat Papua itu terus terjadi. 

Setelah Kawan Gire, moderator kemudian memberi kesempatan ke Pemateri II, yaitu Kawan Sis. Kawan Sis mencoba menjelaskan lebih detail tentang kebrutalan Militer terhadap Rakyat Papua di Biak. 

Kawan dia bilang "saat militer masuk ke Biak, terjadi penangkapan serta penyiksaan secara massif di Biak. Tepat pada tanggal 6 Juli 1998, Ibu-ibu yang sedang hamil, militer potong perutnya, menusuk kemaluannya, serta memerkosa para perempuan di Biak. Tak hanya perempuan, Laki-laki juga militer potong alat vitalnya, menyiksa mereka hingga membunuh mereka. Dan puluhan rakyat Biak ditangkap serta dipaksa masuk ke Kapal Perang milik TNI-AL. Puluhan rakyat tersebut diangkut, lalu dibunuh dan dibuang di lautan Pasifik". Kawan Sis melanjutkan bahwa terjadi banyak korban rakyat Sipil di Biak. 

Setelah pemateri I dan II memaparkan peristiwa di Biak, Moderator lalu memberikan kesempatan ke Kawan-kawan lainnya untuk berbicara. Salah satu kawan memberikan pandangannya dalam melihat penjajahan di Tanah Papua. 

Dia bilang "penjajahan Indonesia terhadap rakyat Papua ini terjadi dalam dua bentuk, yaitu secara kasar dan halus. Kasar dilakukan melalui represif, penangkapan, pemenjaraan, perampasan hak rakyat dan operasi militer. Sedangkan yang halus dilakukan melalui lembaga Agama, Sekolah, Kampus, dan beberapa organ atau lembaga yang bekerja sama dengan penguasa untuk melancarkan penjajahan di Papua". 

Lalu, dia juga menilai dari perspektif Psikologis bahwa Rakyat Papua hari ini mengalami trauma, memoria passionis atau fobia sebagai akibat dari kekerasan atau darah manusia yang ditembak di atas Tanah Papua. Karena tragedi Berdarah tidak hanya terjadi di Biak, Namun juga di Paniai, Kaimana, Fakfak, Wasior, Ndugama, dan dia menyimpulkan bahwa sebetulnya seluruh Papua itu berdarah akibat operasi militer sejak 1961 hingga detik ini. 

Kemudian, salah satu kawan dari Solidaritas Rakyat Indonesia mencoba meletakkan persoalan Biak Berdarah itu sebagai persoalan Papua Merdeka, persoalan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua. Kawan dia bilang "Sebetulnya persoalan Biak Berdarah itu adalah akibat dari Tuntutan Rakyat Papua untuk Merdeka. Yang Rakyat Biak kibarkan adalah Bintang Kejora, yang mereka tuntut adalah Kemerdekaan rakyat Papua. Jadi Biak Berdarah adalah persoalan Rakyat Papua". 

Kawan dia juga bilang kalau persoalan Biak Berdarah itu bertepatan atau terjadi juga karena ada krisis ekonomi secara nasional dan Internasional. Dan dia tegaskan kalau itu Murni pelanggaran atau kekerasan yang dilakukan negara Kolonial Indonesia terhadap Rakyat Papua.

Kemudian, salah satu kawan dari AMP coba menjelaskan persoalan hari ini, terutama terkait dengan Otonomi Khusus dan DOB di Papua. 
Dia bilang "Persoalan DOB dan Otsus ini adalah upaya negara untuk menciptakan konflik hirozontal antara sesama rakyat Papua. Sehingga rakyat Papua tidak fokus lagi pada persoalan dasar orang Papua, tetapi mereka lebih fokus pada agenda-agenda Kolonial yang justru memperpanjang penjajahan". 

Dia berpendapat bahwa negara berupaya membuat rakyat Papua tergantung pada uang. Sehingga orang Papua dengan Orang Papua sendiri baku marah, baku bunuh gara-gara uang saja. 

Usai diskusi itu, tepat pada pukul 19.00 WIB, moderator mengakhiri sesi diskusi. Dan sebelum kawan-kawan pulang masing-masing, kami membacakan pernyataan sikap, salah satunya yaitu Menuntut Negara Bertanggung Jawab atas Peristiwa Biak Berdarah dan semua pelanggaran HAM di Papua. Juga menuntut Tolak DOB, Tolak Otsus jilid II, Stop perampasan Hutan Papua, Stop kriminalisasi aktivis HAM, Bebaskan Victor Yeimo dan tahanan politik lainnya serta kami juga Menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Bangsa Papua sebagai solusi Demokratis. 
 
Merdeka !
Medan Juang, 6 Juli 2022

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.